Rabu, 10 April 2013

Gadis yang Selalu Bahagia

 
    Pada suatu hari aku pergi bermain untuk mencari tempat untuk menenangkan hati. Pada waktu itu aku menemukan di daerah pedesaan yang masih sangat asri dan masih indah. Tak berapa lama aku didatangi oleh seorang gadis, gadis itu bernama Selly. Disana aku dan selly pun berteman. Selly dan aku saling bertukar cerita, aku sangat terkejut ketika mendengar cerita dari Selly. Dia harus berkerja walaupun dia masih seumuranku karena ingin membantu Ibunya yang hanya kerja serabutan. Dia juga bercerita karena dia sering di olok-olok oleh teman se-SMA nya karena dia berkerja merawat kambing seorang tetangganya, aku pun sangat terenyuh ketika dia berkata ”Aku tidak pernah memusuhi mereka semua sebab semua itu benar, kalau mereka mengolok-oloki ku, aku terima dengan senyuman manis kepada mereka, aku Cuma berdoa agar mereka cepat sadar akan perkataan mereka”. Gadis yang diolok-olok itu tetap masih bias tersenyum.. gadis yang sangat manis dan pendiam itu. Karena hari sudah sore aku pun pamit untuk pulang.

    Keesokan harinya aku pergi ketempat yang waktu itu aku bertemu dengan Selly karena aku masih ingin mendengar cerita dari Selly yang membuatku merinding. Selly pun akhirnya datang dengan sepeda ontelnya yang sangat sudah tak layak pakai itu. Ketika itu Selly sengaja membawakanku makanan, makanan itu bernama “pulli” makanan yang berasal dari pedesaan. Setelah itu aku menyuruhnya untuk duduk dan bercerita tetapi dia enggan untuk bercerita lagi karena itu adalah privasinya. Dia pun mengalihkan pembicaraanku dan mengajakku kerumahnya. Waktu sampai dirumahnya, aku bertemu dengan ibunya ternyata Selly hidup Cuma bersama ibunya, ayahnya sudah meninggal ketika Selly masih kecil. Aku menengok ke kanan dan ke kiri betapa terenyuh melihat rumah yang hanya dilapisi anyaman bambu.  Aku disuruh duduk, dan ibunya pun membuatkanku makanan yang belum pernah ku jumpai namanya “ungkrung” makanan dari kepompong ulat besi itu sangat gurih dan sangat enak, bahkan rasanya hampir mirip dengan udang menurutku lebih enak “ungkrung” daripada udang. Setelah itu aku sangat berhutang budi kepadanya dan aku meminta ijin kepada ibunya untuk mengajak Selly ke Ambarukmo Plaza, awal-awalnya ibunya tidak mengijinkan karena ibunya tidak tahu Ambarukmo Plaza itu apa, tetapi ketika aku jelaskan akhirnya ibunya pun mengijinkan. Sesudah itu aku pamit untuk pulang kerumah.

    Keesokan harinya aku kerumah Selly untuk mengajaknya ke Ambarukmo Plaza. Waktu aku sampai rumahnya Selly belum siap karena harus memilih bajunya, dan ketika Selly keluar dari kamarnya dia memakai baju yang kurang modis. Aku menyuruhnya untuk masuk ke mobil, ternyata sebelumnya dia tidak pernah menaiki mobil yang ber-AC, aku matikan AC nya karena dia kedinginan. Waktu sampai di amplaz (Ambarukmo Plaza) dia sangat takjub karena amplaz begitu besar. Waktu di depan pintu depan Amplaz aku bertemu dengan temanku, dia mengejek si Selly karena dia mengira kalau si Selly itu pembantuku, Selly begitu malu dan aku pun mengambil langkah tegas dan memarahi temanku itu. Aku berkata “Selly bukan pembantuku tapi dia adalah saudaraku!” temanku pun tidak percaya akan kata-kataku. Selly lari ke mobil dan mengajakku untuk pulang saja. Karena aku merasa kasihan dengan si Selly akhirnya aku pun pulang. Ketika sampai dirumahnya Selly langsung berlari ke kamarnya, ibunya pun bertanya kepadaku “kenapa dia sunu ?” akupun menjawabnya “tadi tante waktu di Amplaz dia diejeki oleh temen-temenku, aku bener-bener tidak sengaja tante” ibunya pun menjawab “itu bukan salahmu kok sunu”. Setelah itupun aku merasa sangat bersalah dan aku meminta ijin untuk pamit pulang.

 bersambung...

Rabu, 06 Maret 2013

Kisah Sahabat Nabi, Tarikh


Pada suatu hari saya meluangkan waktu saya untuk membaca sebuah buku tentang kisah sahabat nabi yang bisa kita contoh sifat, perilaku, dan kejujurannya. Ketika saya membaca salah satu judul dibuku tersebut saya mendapatkan judul yang sangat menarik yaitu “Saya Bukan yang Terbaik” begini ceritanya


“Saya Bukan yang Terbaik”
Setiap kali kita mendengar ada seseorang pejabat atau presiden yang baru dilantik, biasanya berpidato atau berjanji yang muluk. Tetapi renungkanlah saat Abu Bakar Ash-Shiddiq diangkat menjadi seorang khalifah (setingkat presiden atau raja). Beliau berpidato: “Hai kaum Muslimin, saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian, tetapi tidak berarti bahwa saya adalah yang terbaik diantara kalian. Jika saya benar, bantlah, jika saya salah betulkanlah! Ingatlah, orang yang lemah diantara kalian menjadi kuat disisiku hingga saya serahkan haknya kepadanya! Ingatlah, orang yang kuat diantara kalian menjadi lemah disisiku hingga saya ambil yang bukan haknya dari padanya. Taatilah saya selama saya mentaati ALLAH dan Rasul-Nya! Jika saya tidak taat, maka tidak ada keharusan bagi kalian untuk mentaatiku!’’
Dalam sejarah kepemimpinan, belum ada seorang pemimpin yang berkata seperti beliau. Pidatonya bukan sebagai pemanis atau hanya basa-basi, tetapi hal itu betul betul dilaksanakan oleh beliau. Subhanallah hanya orang hebat yang bisa berkata dan bisa melaksanakan tugas seperti perkataannya.



Kemudian saya membaca cerita berikutnya yang berjudul “Jubah Berhiaskan 21 Tambalan” cerita ini mengisahkan seorang yang sangat kaya raya tetapi berpaikaian apa adanya bahkan berpaikaian yang tak layak pakai. Mari lebih jelasnya ini dia.


“Jubah Berhiaskan 21 Tambalan”
  Pada hari jum`at, di masjid nabawi para jama’ah  Shalat Jum’at dengan perasaan gelisah, menunggu Umar Bin Khaththab, Amirul-Mu’minin, yang akan memberikan khutbah Jum’at. Hari semakin siang, tetapi Umar bin Khaththab belum juga tampak. Setelah ditunggu agak lama, muncul lah Umar bin Khaththab dengan tergepoh-gepoh dengan pakaian yang masih Nampak basah. 
Setelah naik kemimbar, beliau meminta maaf dengan mengatakan penyebab keterlambatannya, karena harus menunggu pakaiannya kering yang habis dicuci. Sebab, beliau tidak punya pakaian yang lain. Karena takut jama’ah menunggu lama beliau beliau kenakan pakaian yang masih agak basah. Subhanallah! Seorang penguasa besar, yang Romawi dan Persia saja dalam genggamannya harus meminta maaf pada rakyatnya, hanya karena terlambat, dan itupun bukan karena disengaja.
Terlebih lagi, alasan keterlambatanya karena menunggu pakaian yang belum kering, karena tidak mempunyai pakaian yang lain. Yang masih membuat kita tercengang, baju atau jubbah yang beliau kenakan ternyata sudah tertambal lebih dari 21 jahitan. Lalu kemana harta yang banyak lalu begitu luas itu ? sampai-sampai pemimpin tidak mempunyai baju yang mewah.
Itulah Umar bin Khaththab, seorang pemimpin yang bersahaja walau banyak ahli sejarah mengatakan, seandainya saja Umar bin Khaththab ingin hidupnya seperti kaisar-kaisar Romawi atau raja-raja Persia, niscaya bias dilakukan, bahkan lebih dari mereka. Tapi Umar bin Khaththab bukanlah orang yang serakah akan dunia, hidupnya beliau abdikan untuk kejayaan islam dan kesejahteraan rakyatnya.